Ibadah Minggu (13/2) jam 18.00 WIB dilayani oleh Pdt. Widya Notodiryo. Dalam ibadah ini, berlangsung pula sakramen perjamuan kudus. Kotbah dengan tema ketaatan didasarkan pada Injil Matius 5: 21-37. Dalam kotbahnya, Pdt. Widya menyatakan bahwa menjadi orang yang taat itu sangat baik. Tetapi jika ketaatan itu hanyalah sekedar taat, itu tidak baik. Taat yang sesungguhnya haruslah disertai dengan kesungguhan hati, bukan karena diawasi. Dalam kehidupan bergereja, mungkin ada diantara kita yang hadir dalam ibadah karena merasakan sebagai suatu kewajiban. Bukan karena panggilan Allah untuk kita bersekutu denganNya.
Taat dan melakukan kebenaran adalah panggilan kita. Dalam memenuhi panggilan Allah ini, kita harus melibatkan pikiran, hati dan perasaan kita. Menjadi pelaku Firman Tuhan dengan kesadaran dan ketulusan hati adalah panggilan bagi semua anak Tuhan. Inilah ketaatan yang sesungguhnya.
Dalam kotbah di atas bukit, Yesus menyatakan bahwa taat kepada hukum tertulis tidaklah cukup. Bagi Yesus, hati dan pikiran juga bagian penting dalam ketaatan kita, sekalipun hati dan pikiran ini belum diwujudkan dalam tindakan. Dunia memandang apa yang telah dilakukan oleh seseorang, bukan melihat hati dan pikiran seseorang. Dalam Standar Yesus, seseorang yang dipandang baik adalah orang yang dalam hati dan pikirannya tidak ada niat untuk berbuat dosa.
Benar atau tidaknya kita, baik atau tidaknya kita di hadapan Tuhan tidak ditentukan apa yang kita lakukan, tetapi dari apa yang kita pikirkan. Hati dan pikiran yang mau taat akan membuat kita tulus melakukan ketaatan kepada Allah. Ketaatan akan membawa kita pada pemenuhan hal-hal yang baik dari Allah. Dalam ketaatan sejati selalu hadir ketulusan, kemurnian dan kesucian. Ketaatan akan terjadi bila kita mengasihi Allah dan firmanNya.
Sebelum kita menerima sakramen perjamuan kudus, mari kita berpikir, apakah kita mengikuti ibadah perjamuan kudus ini karena suatu kg kepada Allah bukan sebagai kewajiban, tetapi sebagai ungkapan kasih kita kepada Allah. (SePur).