Ibadah Minggu (11/9) jam 08.30 WIB di GKJ Manahan dilayani oleh Pdt. Fritz Yohanes Dae Panny, Ssi, dengan kotbah yang didasarkan dari Matius 18: 21-35. Berdasarkan bacaan tersebut, kotbah membahas mengenai pengampunan yang tiada batas. Di awal kotbahnya, Pdt. Fritz menunjukkan sebuah buku berjudul Dua Tahun Pertama Hidup Berkeluarga, karangan Kathleen Fischer Hart dan Thomas N. Hart. Satu bagian buku tersebut menyatakan kisah tentang Toni dan Santi yang telah lima tahun berkeluarga tetapi sejak tahun pertama sudah mengalami konflik. Masing-masing merasakan tidak ada yang spesial dalam kehidupan berkeluarga mereka. Oleh sebab mereka saling memendam kemarahan dan merasa susah dan tidak mampu mengenal pasangannya dengan baik, akibatnya mereka tidak merasakan ada yang istimewa dalam hubungan mereka.
Apakah kita memiliki pengalaman yang sama dalam berkeluarga sebagaimana yang dialami oleh Toni dan Santi? Bagaimana perasaan kita seandainya kita berada di posisi yang dialami oleh Toni dan Santi, yang merasa susah mengenal dan menerima masing-masing pasangan? Apakah kita susah menerima hal-hal yang baik dari pasangan atau keluarga kita? Apakah hal-hal yang baik itu tertutup oleh kemarahan kita pada pasangan, atau pada anggota keluarga kita?
Apakah itu karena sifat kita yang susah memaafkan orang lain? Bagaimana dengan sikap kita terhadap orang lain? Dulu, Petrus – yang kita kenal sebagai rasul dan perintis jemaat – juga memiliki pengertian yang sama dengan kita. Baginya, jika mengampuni orang lain, tujuh kali kiranya sudah cukup. Rasul Petrus merasa sudah pantas memberikan pengampunan sebanyak tujuh kali, dan hal itu sudah berlaku umum pada saat itu, sebagaimana pengajaran para pemuka agama Yahudi, yang bahkan toleransinya hanya tiga kali memberikan pengampunan, dan juga pengajaran nabi-nabi terdahulu, Hosea contohnya.
Bukankah hal ini masuk akal? Membatasi mengampuni atas kesalahan orang lain adalah benar-benar manusiawi? Akan tetapi kata Tuhan Yesus, tidaklah cukup dalam sehari kita mengampuni hanya sejumlah tujuh kali. Tuhan Yesus mengatakan, pengampunan hendaknya tujuh puluh kali tujuh, bila dihitung semuanya sejumlah empat ratus sembilan puluh kali pengampunan sehari. Artinya bila Tuhan Yesus membuat pengaturan tentang pengampunan, maka pengampunan yang kita berikan seharusnya tidak ada batasnya.
Hamba yang memiliki hutang sepuluh ribu talenta pada tuannya, dengan hamba yang lain yang berhutang seratus dinar padanya. Tetapi hamba yang sudah diampuni hutangnya tidak mau mengampuni hutang hamba yang lain terhadapnya. Hal ini menunjukkan dalam hubungan persaudaraan hamba tersebut melupakan keberadaan Allah dalam hubungan persaudaraannya.
Pengampunan yang tiada batas sudah diberikan oleh Tuhan atas kita, seberapapun dosa dan kesalahan kita dihadapan Allah, telah diampuniNya, maka ampunilah orang lain yang melakukan kesalahan pada kita. Maukah kita memberi pengampunan bagi orang yang melakukan kesalahan terhadap kita? Mari kita saling memberi maaf terhadap orang lain yang bersalah terhadap kita dan jangan ragu meminta maaf bila mempunyai kesalahan. [SePur]
Add comment